Jumat, 01 Juni 2012

my hero








MELODY OF LOVE

"Melody of Love"
Summary Ini adalah melodi cinta. Aku membuatnya untuk seorang yang telah mengubur kesedihanku dan mengembalikan kebahagiaanku. Melodi yang setiap partiturnya aku ciptakan dengan setiap hal yang telah dia lakukan untukku. Sebuah melodi yang berhasil membuatku yakin kalau aku mencintainya.
Pair Haemin
Rate T
Genre Romance and little bit angst.
Warn BoyXBoy, Typo, and This is HaeMin fict! Don't like this pair, don't read this fic!
Enjoy^
Tok Tok Tok
Bunyi ketukan pintu menggema di sudut ruangan besar yang megah itu. Seseorang tampak di dalamnya dengan memegang sebuah gitar kecil yang sudah agak kusam. Sepertinya gitar itu adalah gitar tua.
Mendengar ketukan pada pintu kamarnya, namja tampan itu kemudian bangkit dari ranjangnya dan menuju pintu kamarnya. Setelah sebelumnya menyimpan gitar kesayangannya dengan rapi di dalam lemarinya.
"Ada apa?" Tanya pemuda itu dengan nada dingin saat ia membuka pintunya.
"Tuan Besar memanggil anda, Tuan Muda." Jawab seorang maid dengan menunduk takut.
Mendengar itu, pemuda yang tadinya disebut 'Tuan Muda' itu mendecih pelan.
"Apa yang diinginkan manusia itu?" Balasnya dengan nada datar, seakan tak takut dengan kata-kata yang sangat tak sopan untuk ia tunjukan ke ayahnya sendiri.
"Maaf, Tuan Muda. Tuan Besar tak memberi tahu." Ujar maid itu dengan membungkuk sekali, pertanda meminta maaf dengan Tuan Muda yang ada di hadapannya.
Pemuda itu menghela napas pelan lalu menyuruh maid itu pergi.
"Kau boleh pergi. Aku akan menemuinya." Kata sang Tuan Muda dengan angkuhnya. Dan setelah maid itu membungkuk permisi, maid itu pergi berlalu dari hadapan sang Tuan Muda.
'Apa yang diinginkan Iblis itu?' Batin pemuda tampan itu lalu mulai menapaki satu per satu tangga untuk turun menuju ruang 'keluarga'.
.
.
"Duduklah." Ujar seorang lelaki paruh baya dengan datar. Lelaki paruh baya itu tampak santai dengan koran yang sedang dibacanya. Sesekali ia menyeruput kopi yang ada di atas meja nakas, tepat di sampingnya.
"Kau mau apa?" Bukannya duduk, Tuan Muda itu malah bertanya kepada sang Tuan Besar di hadapannya.
Tanpa mengindahkan pertanyaan dari anaknya, Tuan Besar itu hanya berbicara dengan santainya.
"Aku menyuruhmu duduk, Donghae."
Pemuda yang dipanggil 'Donghae' itu hanya menggeram marah ketika mendengar Tuan Besar itu memanggil namanya. Ada rasa tak suka ketika namanya disebut oleh ayahnya sendiri.
"Jangan memanggilku seperti itu." Balas Donghae tak suka. Ia memandang remeh lelaki paruh baya dihadapannya. Sama sekali tak berniat untuk bersikap sopan dengan ayahnya sendiri.
"Baiklah.." Lelaki paruh baya itu kemudian menghela napas lalu menyimpan koran yang sedari tadi ia baca.
"Bisakah kau duduk?" Kali ini, Tuan Besar itu menatap sang anak dengan wajah hangatnya. Berbeda dengan sang anak yang masih tetap dengan wajah datar.
Donghae mendecih pelan. Lalu duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang diduduki ayahnya.
"Aku akan mengenalkan seseorang kepadamu." Ujar Tuan Besar.
Merasa sang anak tak akan menggubris perkataannya, sang Tuan besar kemudian berteriak memanggil seorang maid.
"Shindong! Kemari!
Tak lama setelah itu, seorang lelaki tambun muncul dihadapan mereka berdua. Lelaki itu tampak menunduk sebelumnya, lalu kembali menegakkan badannya.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan Besar?" Kata Shindong sopan dengan senyuman yang terukir di wajahnya.
"Panggil anak tadi dan bawa ia kesini." Jawab sang Tuan Besar. Maid yang bernama Shindong itu mengangguk.
"Ada lagi, Tuan?
"Secepatnya bawa dia." Sambung Tuan Besar. Mendengar itu, sang maid kemudian membungkuk sopan lalu segera berlalu dari ruang keluarga itu.
Sekarang, ruangan megah dan besar itu hanya tersisa dua orang. Mereka sama sekali tak berbicara, hanya diam. Ruangan itu benar-benar hening. Sepertinya masing-masing dari mereka sedang memikirkan sesuatu.
"Permisi, Tuan."
Dan dengan suara Shindong, kedua orang yang sedari tadi sibuk dengan lamunannya itu pun kemudian beralih menatap Shindong. Donghae sedikit menyernyit saat melihat seorang namja yang sangat asing menurutnya berdiri di sebelah Shindong. Namja itu memakai kemeja lengan panjang berwarna baby blue, celana jeans putih, dan sepatu sneakers biru. Benar-benar pakaian yang sangat manis untuknya.
Donghae masih sibuk memperhatikan namja yang kelihatannya sangat gugup itu. Terbukti, namja itu hanya menundukkan kepalanya, sama sekali tak berniat memperlihatkan wajahnya. Sebuah kekehan kecil keluar dari bibir sang Tuan Besar, membuat Donghae menghentikan aktifitasnya untuk menatap namja asing itu. Shindong, Donghae, dan namja asing itu pun kemudian mengalihkan pandangan mereka ke arah Tuan Besar. Yah, meskipun namja itu hanya mengintip kecil.
"Sungmin ah, kemari." Ujar Tuan Besar dengan manis kepada namja asing tadi. Oh, rupanya namja asing itu bernama Sungmin.
Dengan takut-takut, Sungmin mulai berjalan pelan mendekati sang Tuan Besar.
"Duduklah.." Sambung Tuan Besar ketika Sungmin sudah berada di dekatnya. Mendengar hal itu, dengan perlahan Sungmin mulai mendudukkan dirinya di sebelah Tuan Besar. Meskipun masih dengan takut-takut. Sementara itu, Donghae hanya mendecih ketika melihat ayahnya begitu perhatian dengan namja bernama Sungmin itu. Sang ayah tampak sedang tersenyum manis sembari melihat ke arah Sungmin yang masih setia menunduk itu.
Merasa ia sudah tak diperlukan lagi, sang maid pun mengundurkan dirinya dari ruang keluarga tersebut.
"Permisi, Tuan." Ucapnya dengan membungkukkan diri. Setelah mendapat anggukan beserta senyuman dari sang Tuan Besar, Shindong berjalan pelan untuk keluar dari ruangan dengan cat kuning keemasan itu.
"Siapa dia?" Jika biasanya Tuan Besarlah yang memulai percakapan, kali ini sang Tuan Muda yang memulainya. Sepertinya Donghae penasaran dengan anak asing itu.
Sang Tuan Besar beralih menatap Donghae dan mengulas senyum tipis. Meski ia tahu, Donghae tak akan pernah membalas senyumannya.
"Dia Sungmin, Lee Sungmin.." Lirih sang ayah pelan.
"Siapa dia?" Donghae mengulang pertanyaannya. Ia merasa belum puas dengan jawaban ayahnya. 'Siapa dia' yang Donghae maksud adalah siapa sebenarnya anak itu. Bukan nama dari anak itu.
"Dia hyungmu, Lee Donghae."
"Jangan bercanda. Kau menikah lagi? Cih! Brengsek!" Donghae geram. Hyungnya? Apa maksudnya? Setelah membuat Ibu Donghae mati bunuh diri karena bajingan dihadapannya ini berselingkuh, sekarang dengan santainya ia membawa anak hasil perselingkuhannya di hadapan Donghae? Benar-benar tak punya hati!
"Dengarkan aku dulu." Namja paruh baya itu mencoba sabar menghadapi putranya. Ia tak boleh tersulut emosi ketika menghadapi Donghae. Ia tahu dengan jelas bagaimana Donghae membencinya.
"Dengar, Sungmin adalah hyungmu. Walaupun kalian tak sedarah, tapi kau bisa menganggapnya saudaramu." Ujarnya pelan dan hati-hati. Ia benar-benar tak ingin membuat Donghae kembali emosi.
Namun, hal itu menambah kapasitas kemarahan Donghae. Ia tak habis pikir, jadi ini anak dihadapannya adalah anak haram?
"Oh, jadi perempuan mana lagi yang kau tiduri sehingga menghasilkannya?" Tanya Donghae sarkatis.
Namja paruh baya dihadapannya hanya bisa menghela napas, mencoba meredam emosinya yang entah kapan sudah mulai tersulut. Tidak, ia tak mau membuat Sungmin melihatnya bertengkar dengan Donghae.
"Sungmin adalah anak dari pamanmu. Pamanmu harus pergi untuk urusan bisnis dan itu memakan waktu yang lama. Sedangkan ia tak bisa membawa Sungmin untuk ikut dengannya. Maka dari itu, ia memintaku menjaga Sungmin untuk sementara waktu." Jelas sang ayah panjang.
Donghae hanya menatap tak peduli. Setidaknya, ia tak emosi lagi. Itu sudah cukup untuk ayahnya.
"Baiklah. Ia akan tidur di kamar yang berada di depan kamarmu. Cobalah untuk bersikap baik dengannya." Ucap Tuan Besar kepada anaknya yang masih sibuk menatap Sungmin.
"Aku bukan pesuruh yang bisa kau perintah." Balas Donghae dengan angkuh.
Sungmin hanya bisa terdiam. Ia benar-benar takut dengan hubungan ayah dan anak di hadapannya ini. Mereka berdua tak ubahnya seperti musuh.
"Terserah. Tapi asal kau tahu, kau tak punya hak untuk membencinya.
Dan setelah itu, Donghae beranjak ke kamarnya tanpa mengindahkan perkataan terakhir ayahnya.
.
.
01.35 am
Ini sudah sangat larut dan Sungmin sama sekali belum bisa tertidur. Apa mungkin karena ia merasa asing dengan kamarnya? Mungkin saja. Jika biasanya ia tidur dengan kamar yang didominasi dengan warna pink, sekarang kamarnya didominasi dengan warna biru. Dimana-mana biru. Mulai dari cat dindingnya, lemari, pintu kamar mandi, sprei, bedcover, dan alarm berbentuk gitar dengan warna biru manis.
Sungmin kembali mencoba memejamkan matanya. Namun nihil, ia sama sekali tak bisa tertidur. Sungmin menggeram kesal. Ia membalik tubuhnya hingga sekarang posisinya telentang. Ia menatap langit-langit kamar itu. Sungmin kembali mengingat pertemuannya tadi siang dengan sepupunya.
Lee Donghae.
Menurut Sungmin, Donghae adalah namja yang benar-benar menakutkan. Ia tak habis pikir, apa ayahnya tak lelah mengurus anak sebandel itu? Bukankah Donghae sudah besar? Setahu Sungmin, umur Donghae hanya berbeda dua tahun darinya. Kalau begitu, umur Donghae sekarang adalah 19 tahun kan? Umur yang cukup dewasa untuk tak bersikap kurangajar dengan orang tuamu sendiri.
Sungmin kembali menyernyit mengingat bagaimana ekspresi Donghae ketika ayahnya memberi tahu kalau Sungmin adalah hyungnya. Sepertinya, Donghae benar-benar membenci ayahnya karena kejadian 5 tahun silam. Kejadian dimana Ibu Donghae ditemukan gantung diri di kamar mandi dengan surat di tangannya, surat yang ia tulis untuk Donghae sebelum ia mengakhiri hidupnya. Tak ada yang tahu isi surat itu, kecuali Donghae sendiri. Sungmin bisa menyimpulkan kalau Donghae membenci ayahnya karena Ibu Donghae bunuh diri disebabkan oleh ayahnya sendiri. Ayah Donghae berselingkuh tepat di hadapan Ibu Donghae. Dan dari yang Sungmin dengar, sejak saat itu Donghae yang ceria berubah menjadi pribadi yang tertutup. Ia memutuskan pacarnya, tak lagi bergaul dengan teman-temanya dan lebih memilih mengurung diri di kamar dengan ditemani gitar-gitarnya. Jangan heran jika Sungmin tahu semuanya. Sebelum Sungmin pindah ke rumah ini, ia lebih dulu diceritakan ayahnya tentang bagaimana kehidupan di rumah Lee Youngshin, ayah Donghae. Alasan sang ayah menceritakan kepada Sungmin sebenarnya hanya untuk berjaga-jaga agar Sungmin tak bertingkah aneh-aneh di istana megah milik Lee Youngshin.
Sungmin terkekeh pelan ketika mengingat bagaimana tampannya wajah sepupunya itu. Donghae benar-benar tampan. Sungmin dan Donghae memang belum pernah bertemu sebelumnya. Jadi, wajar saja mereka saling tak mengenal satu sama lain.
Sungmin kemudian mengalihkan pandangannya ke alarm di sampingnya.
Ia mendesah frustasi ketika melihat angka yang tertera di sana.
02.15 am
Great! Sepertinya ia menghabiskan banyak waktu untuk melamunkan sang Tuan Muda Lee Donghae.
Dengan perlahan, Sungmin mulai menyamankan posisinya kembali. Ia memeluk guling yang tadinya terabaikan, lalu mulai memejamkan matanya. Baiklah, kali ini Sungmin berhasil untuk menuju alam mimpi.
.
.
Sementara itu, di kamar yang lainnya, Donghae masih terjaga di atas tempat tidur king size miliknya. Seperti biasanya, sebuah gitar di pangkuannyalah yang menemaninya sedari tadi.
"Hah.. Jangan bilang kalau aku memikirkan namja asing itu! Dia sama saja seperti 'Manusia Setan' itu!" Ujar Donghae frustasi. Pasalnya, ia tak bisa memainkan gitarnya dengan benar ketika mengingat wajah sepupunya yang bernama Sungmin itu.
Donghae menghela napas dan kemudian kembali memetik pelan senar gitarnya.
Alunan gitar yang sangat merdu, intro dari sebuah lagu yang sangat Donghae sukai.
'It Has to Be You'
niga animyeon andwae, neo eobsin nan andwae..
Alunan suara Donghae mengalir merdu dan menggetarkan hati.
na ireoke haru handareul tto illyeoneul..
na apado joha, nae mam dachyeodo joha nan..
geurae nan neo hanaman..

Ia berhenti sebentar lalu menarik napas dan menyanyikan coda yang belum ia nyanyikan.
Saranghanikka…
Donghae tersenyum tipis setelah selesai bernyanyi. Ia tersenyum sedih ketika mengingat mantan pacarnya dulu, Lee Hyukjae. Ia benar-benar merindukan namja itu. Namja? Ya, benar. Donghae adalah seorang gay. Ia sama sekali tak keberatan dengan kenyataan itu. Kenyataan yang dianggap sebagian orang menjijikkan. Donghae benar-benar merindukan namja yang sudah 5 tahun tak pernah ia lihat lagi. Namja yang selalu Donghae nyanyikan sebuah lagu-lagu romantis. Namja yang akan bersemu merah ketika Donghae menggodanya. Hahh, Donghae benar-benar merindukan semuanya.
Merasa cukup untuk mengingat Hyukjae, Donghae mulai merebahkan tubuhnya lalu memejamkan matanya. Malam ini, Donghae berharap bisa bertemu sang Ibu di dalam mimpinya beserta kenangan-kenangan indahnya dulu.